Ragam Tulisan

Rabu, 21 Desember 2011

Resensi Film : The King’s Speech



Detail Film :
1
Judul
:
The King’s Speech
2
Produksi
:
Bedlam Production, See-Saw Films
3
Tahun
:
2011
4
Genre
:
Drama
5
Sutradara
:
Tom Hooper
6
Penulis Skenario
:
David Seidler
7
Pemain
:
Colin Firth, Geoffrey Rush, Helena Bonham

Melihat film yang bagus dan menarik dengan tema keluarga kerajaan menurut saya tidak mudah. Para sineas harus berpikir keras bagaimana agar alur cerita tokoh-tokoh dalam kerajaan ini tidak monoton dan konservatif dengan budaya kerajaan yang begitu mengikat penghuni istana. Film the King’s Speech menurut saya satu dari sedikit film yang berlatar kerajaan yang sangat enak untuk ditonton. Tokoh pangeran yang sangat disegani dan dihormati, dalam film ini dapat diangkat sisi lemahnya. Dan menunjukkan bahwa kaum bangsawan adalah manusia juga. Berikut adalah resensinya....
Film ini menceritakan usaha Albert yang bergelar Duke of York (Colin Firth) sebagai pangeran yang diberikan kekuasaan dari kakaknya untuk menjadi seorang raja Inggris yang sempurna. Namun, usahanya ini menemui kendala yang sangat sulit untuk diatasi. Kendala ini muncul dari diri pangeran yang gagap dalam berbicara terlebih-lebih berpidato. Sebagai seorang pemimpin, keahlian berpidato amatlah wajib dimiliki. Oleh karena itu Albert dibantu istrinya Elizabeth (Helena Bonham) berupaya untuk mengobati gagapnya.
Berbagai cara telah dilalui Albert mulai dari merokok, hingga ia pernah diminta oleh dokternya untuk mengulum beberapa butir kelereng yang telah disteril dan dengan mulut penuh kelereng disuruh membaca teks pidato di tangannya.  Namun tidak ada satupun usahanya yang berhasil. Di tengah kemarahan dan frustasi-nya, Albert lalu bertemu dengan terapis bicara Lionel Logue (Geoffrey Rush). Dengan gaya yang terkenal kontroversial, Lionel menyanggupi untuk mengobati Albert dengan syarat-syarat tertentu.
Disinilah dimulai intrik-intrik yang membuat film ini begitu menarik untuk ditonton. Mulai dari sikap Lionel yang membuat Albert jengkel karena melarangnya merokok di ruang kerjanya dan bahkan bersikeras bahwa mereka setara dan karenanya dengan nada ringan memanggilnya Bertie. Hingga kegigihan Lionel yang dengan sabar melatih Albert bicara seperti bergumam, melonggarkan bahu, bergoyang, berguling, berteriak di depan jendela, menarik napas, dan lain-lain.
Setelah wafatnya Raja George V, Albert makin tertekan ketika  ia harus menjadi raja disaat-saat seorang raja harus banyak berpidato, sementara ia masih belum sepenuhnya sembuh dari gagapnya. Namun berkat kegigihannya dan dampingan Lionel, Albert berhasil menyelesaikan pidatonya dan menuai banyak pujian.
Akhirnya, Lionel terus mendampingi Albert setiap kali berpidato selama masa perang. Melalui pidatonya yang disiarkan, Raja George VI yang menjadi gelar Albert saat menjadi raja, telah menjadi simbol perlawanan nasional. Dan mereka (Lionel dan Albert) juga tetap berteman hingga akhir hayat mereka.

Tidak ada komentar: