Detail Buku :
1
|
Judul
|
:
|
Madre
|
2
|
Pengarang
|
:
|
Dee/ Dewi
Lestari
|
3
|
Tahun
|
:
|
2011
|
4
|
Penerbit
|
:
|
PT Bentang
Pustaka
|
5
|
Editor
|
:
|
Sitok
Srengenge
|
Sebuah buku berupa kumpulan antologi karya Dee atau lebih dikenal dengan
nama Dewi Lestari yang melejit namanya melalui nove Supernova : Ksatria, Puteri
dan Bintang Jatuh. Buku ini terdiri dari 13 karya fiksi dan prosa pendek yang
merupakan karya selama lima tahun terakhir yang berasal dari berbagai macam penjelajahan
dalam benak penulis yang berfusi dengan beragam lamunan. Dalam buku ini sang
penulis menawarkan berbagai macam tema : perjuangan sebuah toko roti kuno,
dialog antar ibu dan janinnya, kegalauan antara persahabatan dan cinta hingga
tema seperti reinkarnasi dan kemerdekaan sejati.
Salah satu karyanya yang ada di buku ini berjudul Madre, sebuah kisah
yang menceritakan seorang muda bernama Tansen Wuisan yang nasibnya berubah
hanya dalam satu hari. Bagaimana tidak, nasibnya berubah drastis setelah mengetahui
bahwa dirinya merupakan keturunan Tionghoa bukan Manado seperti yang dia
ketahui selama ini. Silsilah keluarganya ini berasal dari kakek etnis Tionghoa yang
tidak dia kenal dan nenek keturunan India yang ternyata tukang roti. Selain
itu, kakeknya mewariskan kepada Tansen anggota keluarga yang tidak dia kenal
berupa adonan biang roti bernama Madre.
Sungguh merupakan peristiwa yang amat mengejutkan bagi seorang muda yang
bebas seperti Tansen harus diamanati sebuah adonan roti biang dan beberapa
karyawan tua yang menunggu aksinya dalam menghidupkan kembali toko roti kuno
yang sedang mati suri.
Tansen dihadapkan pada sebuah dilema antara melanjutkan kembali
kebebasannya sebagai anak muda atau bertanggung jawab memikirkan kelanjutan
dari sebuah toko roti kuno. Apalagi seorang pengusaha roti bernama Mei yang
memberikan penawaran yang menggiurkan untuk membeli adonan biang roti “Madre”.
Melihat toko roti ini mempunyai kehangatan layaknya keluarga, bukan
sebuah hubungan antara pegawai tua yang terdiri dari Pak Hadi, ibu Sum, ibu
Dedeh, ibu Cory dan Pak Joko dan tentu saja Madre (adonan biang roti) yang
diperlakukan layaknya manusia bukan sekedar benda mati. Akhirnya Tansen
memutuskan untuk menghidupkan kembali toko roti kuno ini.
Dengan kreativitas dan inovasi seperti strategi pemasaran yang lebih
modern, Tansen berupaya menghidupkan kembali toko roti-nya dibantu dengan
kepiawaian pegawai berpengalaman yang cekatan dalam membuat roti walaupun sudah
tidak muda lagi. Kemudian melalui kerjasama yang dibangun bersama Mei, Tansen
akhirnya berhasil mengembangkan usaha toko rotinya menjadi lebih maju dari
sebelumnya membuat keluarga toko roti ini bahagia.
Akhirnya lewat sentilan dan sentuhan khan seorang Dee, Madre tidak hanya
sekedar menceritakan perjuangan tokoh fiktif demi membangkitkan kembali sebuah
toko roti yang mati suri. Karakter-karakternya merupakan representasi dari
keberadaan suku, budaya, kelas soial, gaya hidup dan sebagainya yang saling
bahu-membahu bekerjasama demi kesejahteraan mereka. Harmoni dalam Madre
merupakan ciri dari Indonesia yang ideal. Dengan menghargai keragaman serta
menghormati perbedaan dapat menjadi sebuah modal yang amat berharga dalam upaya
mewujudkan kehidupan yang kaya, indah dan harmonis. Dalam buku ini juga
ditekankan mengenai pentingnya kreativitas dan kerjasama, karena dengan itu
semua maka sebuah bangsa akan lebih lama untuk dikenang dan dihormati.
Melalui Madre ini, Dee telah berhasil membuat karya-karyanya selalu
istimewa dan membuktikan kematangannya sebagai salah satu penulis perempuan terbaik
di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar