Ragam Tulisan

Jumat, 02 Desember 2011

Resensi Buku : Madre



Detail Buku :
1
Judul
:
Madre
2
Pengarang
:
Dee/ Dewi Lestari
3
Tahun
:
2011
4
Penerbit
:
PT Bentang Pustaka
5
Editor
:
Sitok Srengenge

Sebuah buku berupa kumpulan antologi karya Dee atau lebih dikenal dengan nama Dewi Lestari yang melejit namanya melalui nove Supernova : Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh. Buku ini terdiri dari 13 karya fiksi dan prosa pendek yang merupakan karya selama lima tahun terakhir yang berasal dari berbagai macam penjelajahan dalam benak penulis yang berfusi dengan beragam lamunan. Dalam buku ini sang penulis menawarkan berbagai macam tema : perjuangan sebuah toko roti kuno, dialog antar ibu dan janinnya, kegalauan antara persahabatan dan cinta hingga tema seperti reinkarnasi dan kemerdekaan sejati.
Salah satu karyanya yang ada di buku ini berjudul Madre, sebuah kisah yang menceritakan seorang muda bernama Tansen Wuisan yang nasibnya berubah hanya dalam satu hari. Bagaimana tidak, nasibnya berubah drastis setelah mengetahui bahwa dirinya merupakan keturunan Tionghoa bukan Manado seperti yang dia ketahui selama ini. Silsilah keluarganya ini berasal dari kakek etnis Tionghoa yang tidak dia kenal dan nenek keturunan India yang ternyata tukang roti. Selain itu, kakeknya mewariskan kepada Tansen anggota keluarga yang tidak dia kenal berupa adonan biang roti bernama Madre.
Sungguh merupakan peristiwa yang amat mengejutkan bagi seorang muda yang bebas seperti Tansen harus diamanati sebuah adonan roti biang dan beberapa karyawan tua yang menunggu aksinya dalam menghidupkan kembali toko roti kuno yang sedang mati suri.
Tansen dihadapkan pada sebuah dilema antara melanjutkan kembali kebebasannya sebagai anak muda atau bertanggung jawab memikirkan kelanjutan dari sebuah toko roti kuno. Apalagi seorang pengusaha roti bernama Mei yang memberikan penawaran yang menggiurkan untuk membeli adonan biang roti “Madre”.
Melihat toko roti ini mempunyai kehangatan layaknya keluarga, bukan sebuah hubungan antara pegawai tua yang terdiri dari Pak Hadi, ibu Sum, ibu Dedeh, ibu Cory dan Pak Joko dan tentu saja Madre (adonan biang roti) yang diperlakukan layaknya manusia bukan sekedar benda mati. Akhirnya Tansen memutuskan untuk menghidupkan kembali toko roti kuno ini.
Dengan kreativitas dan inovasi seperti strategi pemasaran yang lebih modern, Tansen berupaya menghidupkan kembali toko roti-nya dibantu dengan kepiawaian pegawai berpengalaman yang cekatan dalam membuat roti walaupun sudah tidak muda lagi. Kemudian melalui kerjasama yang dibangun bersama Mei, Tansen akhirnya berhasil mengembangkan usaha toko rotinya menjadi lebih maju dari sebelumnya membuat keluarga toko roti ini bahagia.
Akhirnya lewat sentilan dan sentuhan khan seorang Dee, Madre tidak hanya sekedar menceritakan perjuangan tokoh fiktif demi membangkitkan kembali sebuah toko roti yang mati suri. Karakter-karakternya merupakan representasi dari keberadaan suku, budaya, kelas soial, gaya hidup dan sebagainya yang saling bahu-membahu bekerjasama demi kesejahteraan mereka. Harmoni dalam Madre merupakan ciri dari Indonesia yang ideal. Dengan menghargai keragaman serta menghormati perbedaan dapat menjadi sebuah modal yang amat berharga dalam upaya mewujudkan kehidupan yang kaya, indah dan harmonis. Dalam buku ini juga ditekankan mengenai pentingnya kreativitas dan kerjasama, karena dengan itu semua maka sebuah bangsa akan lebih lama untuk dikenang dan dihormati.
Melalui Madre ini, Dee telah berhasil membuat karya-karyanya selalu istimewa dan membuktikan kematangannya sebagai salah satu penulis perempuan terbaik di Indonesia.

Tidak ada komentar: