Ragam Tulisan

Sabtu, 29 Oktober 2011

Pajak di Indonesia, apa Kata Dunia???


Surabaya, 29 Oktober 2011
Pajak merupakan sumber daya terbesar dalam menyelenggarakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia.(sumber : wikipedia)
Dalam Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2011, pemerintah merencanakan penerimaan dari sektor perpajakan mencapai Rp 839,5 triliun. Jumlah ini menyumbang sekitar 77 persen dari total pendapatan negara dan hibah. Potensi sebesar ini tentu saja harus diamankan guna pengoptimalan penggunaan pajak dalam menyelenggarakan program-program pemerintah yang telah disusun di APBN.
Yang menjadi sorotan, penerimaan pajak tidak seratus persen dapat direalisasikan oleh pemerintah. Masih ada selisih terkait jumlah yang seharusnya diperoleh sebagai penerimaan pajak dengan jumlah uang yang ada di Kas Negara dari perolehan pajak. Padahal ketentuan mengenai perpajakan telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan stdd Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, sedangkan untuk pengelolaannya diatur dengan Perdirjen Ditjen Perbendaharaan PER-78/PB/2007 tentang Modul Penerimaan Negara.
Aturan ini juga memungkinkan pembayaran pajak dilakukan melalui banyak saluran penerimaan. Dengan banyaknya saluran penerimaan pajak, baik melalui bank-bank persepsi maupun kantor pos. Ternyata belum dapat dikelola dan diawasi secara ketat oleh pemerintah. Setiap uang setoran pajak yang disetorkan ke kas negara melalui berbagai saluran tadi, tidak serta merta mencerminkan potensi pajak yang ada. Bahkan pelayanan bank-bank terhadap para wajib setor maupun pelayanan yang diberikan oleh para petugas pajak belum seperti yang gencar di-iklankan saat ini. Sehingga dogma yang ada di masyarakat adalah bahwa membayar pajak itu adalah sulit dan birokrasi itu menyulitkan.

Sudah menjadi tugas besar pemerintah untuk menunjukkan bahwa pemerintah sedang menuju reformasi birokrasi yang berdasarkan prinsip Good Governance. Sebagaimana di luar negeri, seharusnya para wajib pajak tidak perlu lagi dipusingkan oleh birokrasi yang berbelit-belit, namun cukup dengan beberapa pengesahan yang mudah dan tidak “jelimet”.
Selain itu,diperlukan penyempurnaan regulasi mengenai pengelolaan penerimaan negara agar tidak tumpang tindih serta pelaksanaannya secara tegas. Seperti pemberian sanksi bagi bank-bank yang tidak memenuhi standar pelayanan penerimaan negara serta evaluasi berkala terhadap kinerja bank-bank tersebut. Satu hal lagi yang dapat menjadi solusi, diperlukannya sebuah sistem informasi penerimaan negara yang terintegrasi sehingga wajib pajak dapat melakukan transaksi perpajakan dimanapun dan kapanpun. Seperti, melalui fasilitas internet banking ataupun di gerai-gerai mini market. Hal ini diharapkan akan mengoptimalkan pencapaian target penerimaan negara.

Tidak ada komentar: